Minggu, 15 Mei 2011

Diplomasi HAM Dalam Hubungan Internasional

Yanyan Mochamad Yani
Dosen Jurusan Hubungan Internasional dan Program Pascasarjana FISIP Universitas Padjadjaran.

Salah satu aspek yang perlu dikaji mengenai politik luar negeri Indonesia adalah pemahaman akan kinerja implementasi kebijakan luar negeri Indonesia. Paling tidak ini akan dapat mengarahkan kita pada bagaimana proyeksi tingkah laku Indonesia di lingkup masyarakat internasional ke depan serta implikasi kebijakan apa yang kiranya perlu dirmuskan oleh para pemangku kepentingan nasional.

Dewasa ini Indonesia sebagai sebuah entitas negara-bangsa sedang memasuki suatu era yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdependensi) antar-bangsa yang semakin mendalam, saling keterkaitan antar-masalah yang semakin erat, serta proses globalisasi, khususnya dalam perekonomian dunia yang semakin menyeluruh, dipacu oleh kemajuan-kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi.

Dari perspektif tatanan politik dunia kontemporer, Indonesia juga sedang berada dalam arus empat kecenderungan mendasar. Pertama, menguatnya gejala saling ketergantungan antar negara dan saling keterkaitan antar-masalah global di berbagai bidang seiring dengan semakin menguatnya arus serta dampak globalisasi dengan segala implikasinya, baik yang positif maupun negatif.

Kedua, meningkatnya peranan aktor-aktor non-pemerintah dalam tata-hubungan antar negara. Ketiga, menguatnya isu-isu baru dalam agenda internasional, seperti masalah HAM, intervensi humaniter, demokrasi dan demokratisasi, “good governance”, lingkungan hidup, dan lain-lain.

Setiap bangsa, negara dan lembaga internasional, termasuk Indonesia tanpa kecuali, harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan yang sedang terus berubah sedemikian drastisnya.

Perubahan-perubahann tersebut memunculkan aneka ragam tantangan dan sekaligus peluang baru bagi Indonesia di masa mendatang. Pada tataran praksis, politik luar negeri suatu negara sesungguhnya merupakan hasil perpaduan dan refleksi dari politik dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi regional maupun internasional. Demikian pula halnya dengan politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor, antara lain posisi geografis yang strategis, yaitu posisi silang antara dua benua dan dua samudra; potensi sumber daya alam dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara pandang serta cara Indonesia memposisikan diri di fora internasional.

Kiranya tidak berlebihan jika pelaksanaan politik luar negeri dengan sendirinya diarahkan pada prioritas mengupayakan dan mengamankan serta meningkatkan kerja sama dan dukungan negara-negara sahabat serta badan-badan internasional bagi peningkatan perekonomian nasional.

Bagi negara yang memiliki keunggulan diplomasi tentunya akan memperoleh banyak manfaat bagi kemajuan pembangunan dan integritas negerinya, maupun untuk memperkuat posisi tawar dalam rangka hubungan internasionalnya. Oleh karena itu, meningkatkan keunggulan diplomasi merupakan kebijakan yang harus dilakukan setiap negara, begitu pula dengan Indonesia.

Globalisasi dan revolusi informasi telah mengubah kenyataan wawasan dalam hubungan internasional, dan telah mendorong pergeseran paradigma, dari paradigma traditional diplomacy ke paradigma baru yang menempatkan peran aktor publik di luar pemerintahan atau non-state actors semakin menonjol. Diplomasi yang dilakukan aktor non-pemerintah kepada masyarakat bangsa atau dari pemerintah kepada masyarakat bangsa lain disebut diplomasi publik.

Secara umum diplomasi publik merupakan langkah-langkah mempromosikan kepentingan nasional dalam rangka menciptakan saling pengertian dan mempengaruhi opini masyarakat luas di luar negeri. Dengan kata lain peran aktor non-pemerintah ini telah menjadikan kebijakan yang berlaku secara internasional dan tidak boleh ada jarak dengan kebijakan yang berlaku secara nasional. Hal ini perlu sungguh-sungguh diresapi oleh setiap insan Indonesia. Jangan sampai bangsa ini terjebak ke dalam masalah yang diakibatkan dari tidak konsistennya antara kebijakan di tingkat nasional dengan kondisi lingkungan strategis internasional yang sedang berlangsung.

Diplomasi itu harus dapat mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di luar kepada publik dalam negeri, dan mengkomunikasikan perkembangan-perkembangan di dalam negeri ke luar negeri. Selaras dengan pemahaman tersebut, kiranya Indonesia perlu menguatkan upaya pemberdayaan publik dalam masalah luar negeri berkenaan dengan diplomasi HAM.

AS tampaknya akan mendominasi corak hubungan internasionalnya yang bertumpu pada pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan demokrasi. Dengan kata lain, di dalam menjalin hubungan luar negeri dengan negara lain termasuk Indonesia, AS kerap akan mengkaitkan kebijakannya dengan tingkat pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM dan demokrasi di suatu negara.

Dalam konteks ini, dimensi intermestik diplomasi HAM Indonesia mutlak dilakukan Peningkatan peran aktif Indonesia dalam diplomasi HAM pada tataran internasional yang disinergikan dengan berbagai langkah pembaruan, sosialisasi informasi dan reformasi di bidang pemajuan HAM dan demokratisasi perlu terus diupayakan.

Dalam hal ini Indonesia sudah beberapa langkah lebih maju dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia secara bertahap dan berkesinambungan telah membentuk berbagai lembaga negara, badan pemerintah ataupun lembaga independen yang secara langsung akan memperkuat sistem kenegaraan dan kemasyarakatan yang lebih menjamin perlindungan HAM, penguatan rule of law dan pemajuan kehidupan demokrasi. Termasuk dalam kategori ini adalah pembentukan Mahkamah Konstitusi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komisi Hukum Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian dan seterusnya.

Pada tataran internasional, Indonesia juga telah menjadi negara pihak dari Konvensi utama HAM PBB, yaitu Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Kovenan Hak Ekososbud (ICESCR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), Konvensi HAk Anak (CRC), Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita (CEDAW), Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD). Dan sedang dalam proses ratifikasi Konvensi Pekerja Migran (CMW). Hal ini telah semakin menunjukkan keseriusan komitmen Indonesia terhadap upaya pemajuan dan perlindungan HAM dalam menghadapi era makin menguatnya diplomasi HAM dalam hubungan internasional untuk beberapa tahun ke depan (immediate years).

Source : http://www.tabloiddiplomasi.org

Teras Diplomasi

Abad ke-21 ditandai dengan perkembangan yang sangat dinamis dalam hubungan internasional, baik itu berkaitan dengan hubungan antarnegara, munculnya konflik-konflik baru maupun peralihan sistem politik sebuah negara. Perubahan- perubahan yang terjadi pada tingkat global tersebut ternyata sulit dihindari oleh masyarakat internasional sehingga mempengaruhi substansi dan arah politik luar negeri sebuah negara.

Politik luar negeri Indonesia pun menunjukkan upaya-upaya penyesuaian dengan mencermati perubahan lingkungan eksternal yang ada sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Indonesia melihat bahwa perubahan-perubahan yang terjadi bukan hanya berupa hambatan melainkan juga peluang. Bagaimanapun perubahan itu menjadi penting ketika ia membawa pengaruh terhadap Indonesia.

Selama 2010 Indonesia lebih fokus pada penanganan permasalahan global secara multilateral, dimana keanggotaan Indonesia di G20 merupakan manifestasi dari apresiasi negara-negara maju terhadap peran internasional Indonesia dan kemajuan pembangunan ekonomi. Globalisasi ekonomi ternyata juga telah ‘memaksa’ banyak negara untuk mengkaji kembali kebijakan luar negerinya agar dapat terus memajukan kehidupan ekonomi masyarakatnya. Hubungan ekonomi dan perdagangan internasional sekarang ini memiliki peran penting dalam hubungan luar negeri suatu negara. Dan hal ini telah mengubah diplomasi tradisional yang digunakan menuju diplomasi multisektor dan multilevel diplomacy.

Multilevel diplomacy tersebut bermakna bahwa diplomasi ekonomi akan dijalankan dalam tingkatan, bilateral; regional; dan multilateral serta menjadikan peran diplomasi ekonomi sebagai salah satu instrumen penting dalam politik luar negeri. Dalam konteks ini, hubungan ekonomi antarnegara dapat menjadi perekat dalam hubungan politik.
Tahun ini Indonesia lebih serius menerapkan pentingnya diplomasi ekonomi yang bersifat berkelanjutan dan jangka panjang. Dengan mengoptimalkan diplomasi ekonomi, diharapkan kapasitas dan kapabilitas ekonomi nasional Indonesia meningkat secara signifikan.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dengan 240 juta penduduk dan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah RRC dan India, posisi Indonesia tentunya sangat strategis di dunia. Ini merupakan peluang dan sekaligus juga tantangan bagi Indonesia di era perdagangan bebas sekarang ini.

Pada tataran praksis, politik luar negeri suatu negara merupakan hasil perpaduan dan refleksi dari politik dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi regional maupun internasional. Politik luar negeri Indonesia tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor berupa posisi geografis yang strategis, potensi sumber daya alam dan manusia berikut susunan demografinya; serta sistem sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara pandang dan cara Indonesia memposisikan dirinya di fora internasional.

Adalah suatu kebijakan yang tepat jika pelaksanaan politik luar negeri diarahkan pada prioritas untuk mengupayakan, mengamankan dan meningkatkan kerjasama serta dukungan negara-negara sahabat dan badan-badan internasional bagi peningkatan perekonomian nasional.

source : http://www.tabloiddiplomasi.org/teras-diplomasi.html

Kamis, 10 Maret 2011

Pengembangan Wawasan Internasional BEM Tingkat Perguruan Tinggi Ke Turki

Pendidikan nasional diharapkan mampu menciptakan insan akademik yang paripurna, yaitu berwawasan luas, menguasai ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni, serta mempunyai visi kepemimpinan. Pendidikan juga diharapkan mampu menegakkan nilai-nilai budaya. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan upaya peningkatan mutu mahasiswa Indonesia salah satunya melalui suatu bentuk program pengembangan wawasan internasional Tokoh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi Indonesia ke berbagai perguruan tinggi ternama di luar negeri untuk melihat kegiatan dan atau organisasi kemahasiswaan yang ada di perguruan tinggi bersangkutan. Pada wacana itulah yang membuat Pak Presiden BEM STIKES Jendral A. Yani Yogyakarta ini eksis di Luar Negeri. Pemuda yang bernama lengkap Uray Chandra Dwiza ini adalah salah satu dari 14 rombongan BEM yang terpilih untuk mewakili perguruan tinggi seluruh Indonesia ke Turki, dimana sebelumnya melalui seleksi yang cukup ketat mulai dari dari pembuatan paper, seleksi di kampus, seleksi di tingkat nasional, seleksi di tingkat regional dan diakhiri dengan interview. Kesuksesan itu tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, mulai dari orang tua, teman-teman, dosen pembimbing, dan pihak kampus, ungkapnya tersenyum. Kegiatan yang berlangsung selama 10 hari itu dilalui dengan 3 hari kegiatan Pre-Departure Training (PDT) di Hotel Kaisar Jakarta dan 7 hari pelaksanaan kunjungan yang berangkat pada sabtu 17 Juli 2010 pukul 19.15, dimana para rombongan tersebut transit dulu di Singapura kemudian tiba di Bandara Istanbul Turki pada keesokan harinya pukul 07.00. Disana kami para rombongan sudah ditunggu oleh seorang guide yang bernama “BA” (nickname), BA-lah yang membawa kami kemana-mana sekaligus menjadi media buat kami untuk memperoleh segala informasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Kesan pertama saat berada di Kota yang dulu bernama “Konstantinopel” ini adalah Bersih dan Tata Kota yang sangat rapi. Perlu diketahui juga bahwa sebagian besar warga Negara Turki tidak dapat berbahasa inggris, jadi sangat sulit sekali untuk berkomunikasi dengan mereka. Mereka tidak memberikan pelajaran bahasa inggris di sekolah mereka, jadi jika ingin pandai berbahasa inggris mereka harus kursus, ya begitulah di Turki dari penjelasan guide kami. Masyarakat di Negara ini meyakini kalau bahasa Turki juga dipakai oleh Negara lain, padahal tidak, selain itu mereka juga mengatakan mereka ingin bahasa Turki mendunia, benar-benar sebuah jiwa nasionalisme yang sangat tinggi, hingga mereka enggan untuk belajar bahasa inggris. Saya teringat saat membeli buah di minimarket, pedagangnya memberitahukan harga melalui kalkulator . Hmm, jika saya simpulkan secara objektif, warga Indonesia boleh berbangga karena memiliki kemampuan bahasa inggris setingkat lebih baik daripada mereka, minimal orang Indonesia menghitung 1-10 menggunakan bahasa inggris anak kecil juga bisa, tapi tidak untuk warga Turki. Hal itu juga saya rasakan saat berkunjung ke beberapa Universitas, dimana hanya beberapa mahasiswa saja yang dapat menggunakan bahasa inggris, bahkan Presiden BEM mereka juga tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa inggris secara aktif. Beralih dari permasalahan komunikasi, hal terpenting saat kunjungan ini adalah melihat system kepemimpinan dan kehidupan mahasiswa disana. Di beberapa Universitas yang kami kunjungi yaitu Istanbul Universitesi, Fatih Universitesi, Gazi Universitesi, dan Ankara Universitesi, mereka juga memiliki BEM seperti di Indonesia, mereka menyebutnya “Student Council” atau dalam bahasa Turkinya “ogrenci konseyi”. Namun yang boleh kita jadikan perbandingan dan tolak ukur adalah tugas BEM disana tidak seperti di Indonesia yang harus menganut tiga unsur yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian masyarakat. BEM mereka hanya berfokus pada penyampaian aspirasi mahasiswa. Jika kita bandingkan dengan Indonesia, mahsiswa Turki sangat tidak aktif dalam organisasi, tapi mereka lebih focus dalam grup mereka sendiri. Grup ini merupakan sekumpulan mahsiswa yang memilki program studi atau kepentingan yang sama, di dalam grup itu mereka melakukan sharing informasi, penelitian, dan pengabdian masyarakat dimana dalam satu kampus bisa mencapai ratusan grup-grup mahasiswa. Jika kita telaah lebih dalam, pergerakan mahasiswa Turki sepertinya benar-benar dibatasi oleh Pemerintah mereka, jarang sekali adanya aksi mengkritisi kebijakan-kebijakan Pemerintah, kurang lebih saat di zaman Presiden Soeharto. Jika ada kritik, mereka hanya berani di lingkup kampus saja, tidak sampai turun ke jalan seperti yang sering terjadi di Indonesia. Hal menarik saat di Ankara Universitesi, presiden BEM nya memberitahukan sebuah program yang terdengar langka di Indonesia, yaitu “Makan Gratis Mahasiswa”, ternyata program ini kerjasama mereka dengan LSM Sosial, dimana mahasiswa kurang mampu akan diberikan kupon untuk mendapat makan gratis di kampus. Kita sebagai mahasiswa Indonesia seharusnya berbangga hati karena dengan sistem kepemimpinan mahasiswa yang ada sampai saat ini benar-benar memandirikan mahasiswa Indonesia. Pasalnya di Indonesia, saat mengadakan event-event tertentu, mahasiswalah yang sibuk sendiri baik itu membentuk panitia, rapat, mengajukan proposal kesana kemari, hal ini akan memberikan manfaat yang positif bagi mahasiswa khususnya yang berorganisasi. Namun tidak untuk mahasiswa di Turki, karena mereka cukup mengajukan event apa yang ingin dilaksanakan di Kampus, setelah itu mereka tinggal tunggu hari “H” event tersebut karena di Kampus mereka sudah ada Event Organizer khusus yang disediakan oleh pihak kampus, apalagi masalah dana, seperti air mengalir. Kenapa bisa seperti itu ? Ternyata setiap Kampus mempunyai main sponsor yang merupaka perusahaan-perusahaan besar seperti SAMSUNG, dll yang siap mengucurkan dana. “wah..enak banget kan ?”, ujarnya seraya bertanya.
Di Turki, mereka para rombongan tidak hanya kunjungan ke Universitas tetapi juga kunjungan ke tempat-tempat bersejarah, kedutaan besar RI, bertemu persatuan pelajar mahasiwa Indonesia, berlayar, dan yang tidak terlewatkan tentunya adalah Shopping, yang Alhamdulillah semua biaya ditanggung Pemerintah, ungkapnya sembari tertawa. Saat ditanya tentang hal yang paling berkesan saat berada disana, Pria yang mengaku hobi maen futsal ini langsung saja menjawabnya dengan semangat, “ saya sangat terkesan sekali saat sempat merasakan untuk sholat di salah satu Mesjid terindah di khalifah, pedang Nabi Muhammad, bahkan jenggot nabi Muhammad juga ada, Subhanallah sempat terharu melihat dan merasakan semua itu”. Banyak sekali pengalaman yang Ia dan rombongan rasakan saat berada disana, seperti Negara dua Benua, Slogan Kecap Bango, air mahal, WC bebek, dll. Namun untuk penjelasan nya akan banyak sekali, jadi search di internet saja ya ? kata remaja yang juga aktif sebagai Ketua Asrama Mahasiswa Daerah Kalimantan Barat di Yogyakarta ini.
Akhirnya kesimpulan dari semua ini bahwa memang ada beberapa hal yang patut kita untuk kita renungkan dan pelajari bersama, pertama yaitu jiwa nasionalisme mereka yang sangat tinggi, keinginan mereka untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara melakukan penelitian-penelitian. Saran saya untuk semua teman-teman mahasiswa sekalian mulailah berorganisasi “positif” yang pada akhirnya akan memberikan sumbangsih positif kepada kita dan mulailah berbahasa inggris meskipun dalam percakapan-percakapan kecil karena dengan modal itulah kita dapat merasakan kehidupan dunia yang semakin global sampai saat ini, ungkapnya lugas.

Biodata Sumber.


Nama Lengkap : Uray Chandra Dwiza
Nama Panggilan : Chandra
TTL : Singkawang, 10 Maret 1991
Pendidikan : S1 Ilmu Keperawatan STIKES A Yani Yogyakarta, semester 6.
Kebangsaan/suku : Indonesia/ melayu
Motto : “Do the Best for Today and Never Give Up for Better Future”
Organisasi Aktif :
1. Presiden BEM STIKES Jend. A. Yani Yogyakarta, 2010-sekarang
2. Ketua Asrama Mahasiswa Daerah Kalimantan Barat “Rahadi Oesman 1” Yogyakarta, 2011-sekarang

Penulis : Alfian Nurdiansyah
Rubrik : Mahasiswa Berprestasi, SWAKA ‘’Koran Harian Kedaulatan Rakyat”, Yogyakarta

Minggu, 06 Maret 2011

Perdagangan Internasional Sebagai Ciri Globalisasi Ekonomi

A. Pendahuluan

Latar Belakang

Perkembangan globalisasi yang berlangsung dalam beberapa dasawarsa terakhir telah menyebabkan berbagai perubahan yang fundamental dalam tatanan perekonomian dunia baik sektor keuangan maupun perdagangan. Perubahan tersebut khususnya di bidang perdagangan telah mendorong sebagian besar Negara di dunia ini untuk melakukan penyesuaian kebijakan dan praktek perdagangan internasional. Namun dalam perkembangannya, kebijakan dan peraturan perdagangan yang dikeluarkan suatu Negara seringkali bertentangan dengan mekanisme pasar yang tidak sesuai dengan prinsip perdangan bebas sehingga menghambat penetrasi pasar bagi pelaku bisnis Negara lain. Kondisi ini telah memicu peningkatan persaingan perdagangan antar Negara sebagai konsekuensi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing Negara tersebut dalam rangka memperbaiki daya saing perekonomiannya.

Rumusan Masalah

Di dalam paper ini membahas tentang definisi globalisasi ekonomi dan perdagangan internasional, faktor-faktor yang mendorong perdagangan internasional, serta dampak globalisasi terhadap perdagangan internasional.

B. Pembahasan

Globalisasi ekonomi adalah kehidupan ekonomi global yang bersifat terbuka dan tidak mengenal batas-batas teritorial atau kewilayahan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Dalam hal ini, dunia dianggap sebagai suatu kesatuan yang semua daerah dapat terjangkau dengan depat dan mudah. Sisi perdagangan dan investaris menuju ke arah liberalisasi kapitalisme, sehingga semua orang bebas untuk berusaha dimana saja dan kapan saja di dunia ini. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana Negara-negara diseluruh dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas territorial Negara. Sedangkan perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu Negara dengan penduduk Negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk tersebut dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu) , antara individu dengan pemerintah suatu Negara, atau pemerintah suatu Negara dengan pemerintah Negara lain. Dengan keterkaitan antara suatu Negara dengan Negara lainnya ini, salah satu implikasi yang muncul adalah ketatnya persaingan antar bangsa, baik dalam hal produk barang dan jasa, kapasitas sumber daya manusia, maupun dalam hal penyediaan penyediaan fasilitas dan prosedur yang memadai untuk kegiatan investasi dari Negara tertentu. Jika suatu Negara tidak memiliki basis keunggulan berbanding (comparative advantage) apalagi keunggulan bersaing (competitive advantage), maka dapat dipastikan bahwa Negara tersebut akan tergilas oleh Negara lain, sehingga pada gilirannya, secara internasional akan menempatkan Negara tersebut pada posisi terbelakang.
Pada pembahasan diatas telah disinggung bahwa globalisasi akan mengakibatkan terjadinya keterkaitan antar bangsa dan persaingan antar bangsa. Keterkaitan dan persaingan tersebut secara konkrit diwujudkan dalam hubungan perdagangan internasional. Oleh karena itu, hanya bangsa atau Negara yang memiliki daya saing (produk dan SDM) yang tinggi dengan dukungan struktur usaha yang lincah, sistem kerja yang efisien, serta budaya korporasi yang berbasis pada jiwa kewirausahaan, yang akan mampu memanfaatkan peluang globalisasi seoptimal mungkin. Mengenai perdagangan internasional ini, secara teoritis mengacu pada pendapat Adam Smith dan David Ricardo. Smith dalam bukunya berjudul The Wealth of Nations: An Inquiry into the Nature and Causes (1766) mengemukakan perlunya keunggulan mutlak (absolute advantage) bagi suatu Negara, sementara Ricardo justru menganjurkan perlunya keunggulan nisbi (comparative advantage). Kedua tokoh ini tergolong dalam mashab ekonomi klasik.
Konsep absolute advantage mengajarkan bahwa pada umumnya akan menguntungkan bagi suatu Negara bila mengkhususkan diri (specialization) dalam produk yang dapat dihasilkan dengan biaya yang lebih murah daripada Negara lain. Jadi, jika setiap Negara melakukan hal yang serupa, maka semuanya akan beruntung atau lebih beruntung darupada jika mereka menghasilkan sendiri semua produk yang mereka perlukan. Sementara konsep comparative advantage mengajarkan bahwa meskipun suatu Negara mampu mengdasilkan berbagai produk yang biayanya lebih murah daripada Negara lain, tetap masih lebih menguntungkan baginya jika Negara tersebut mengkhususkan diri hanya pada produk-produk yang paling murah biayanya dibanding Negara lain. Suatu Negara hendaknya membuarkan Negara lain menghasilkan produk yang perbedaan biayanya sedikit, sebab dengan demikian akan lebih banyak dana dan tenaga yang dapat dipusatkan pada produk yang paling efisien.

Adapun faktor-faktor yang mendorong perdagangan internasional secara garis besar :

• Umumnya karena setiap Negara tidak dapat hidup sendiri (depending).
• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.
• Adanya keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan Negara.
• Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.
• Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjualnya.
• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
• Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
• Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari Negara lain.

Dampak globalisasi terhadap perdagangan internasional :

Dampak Positif :

• Produksi global dapat ditingkatkan.
• Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu Negara ( jika suatu Negara berhasil memanfaatkannya dengan baik ).
• Meluaskan pasar untik produk dalam negeri.
• Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik.
• Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.

Dampak Negatif :

• Karena perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang menjadi lebih bebas, sehingga dapat menghambat pertumbuhan sektor industri.
• Dapat memperburuk neraca pembayaran.
• Sektor keuangan semakin tidak stabil.
• Memperburuk proses pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
• Melemahkan ekonomi rakyat kecil. Persaingan menjadi semakin ketat.
• Membuat kesengsaraan masyarakat dalam suatu Negara (jika suatu Negara belum berhasil memanfaatkannya dengan baik).

C. Kesimpulan

Globalisasi ekonomi adalah kehidupan ekonomi global yang bersifat terbuka dan tidak mengenal batas-batas teritorial atau kewilayahan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana Negara-negara diseluruh dunia menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas territorial Negara. Globalisasi akan mengakibatkan terjadinya keterkaitan antar bangsa dan persaingan antar bangsa yang secara konkrit diwujudkan dalam hubungan perdagangan internasional. Oleh karena itu, hanya bangsa atau Negara yang memiliki daya saing (produk dan SDM) yang tinggi dengan dukungan struktur usaha yang lincah, sistem kerja yang efisien, serta budaya korporasi yang berbasis pada jiwa kewirausahaan, yang akan mampu memanfaatkan peluang globalisasi seoptimal mungkin.


D. Daftar Pustaka

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-dampak-globalisasi-terhadap.html
http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/05/globalisasi-perdagangan-bebas-dan-peran.html
Arifin Sjamsul. Kerja Sama Perdagangan Internasional. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2004

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP NEGARA INDONESIA

PERMASALAHAN
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indonesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.


A. Definisi dan Teori Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.

Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi, adalah sebagai berikut :
(*)Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
(*) Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
(*) Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
(*) Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
Teori Globalisasi, melalui cochrane dan cain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
(*) Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
~ Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
~ Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
(*) Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
(*) Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.

B. Pengaruh Globalisasi di Indonesia


Kehadiran globalisasi di setiap Negara pasti membawa pengaruh yang besar bagi masing-masing Negara tidak terkecuali Indonesia. Dalam hal ini, pengaruh yang ditimbulkan bisa berupa pengaruh positif maupun pengaruh yang negatif tergantung dari ke eksistensian dan loyalitas Negara tersebut. Di Indonesia sendiri, berbagai pengaruh yang di timbulkan dan dirasakan akibat adanya globalisasi sudah terasa semakin hari semakin meluas, walaupun realisasinya belum merata diseluruh wilayah namun efek nya sudah dirasakan. Globalisasi di Indonesia terkait masalah pembangunan dan pembaharuan, masih terfokus di daerah-daerah yang umumnya berada di perkotaan. Di daerah tersebut, globalisasi dari hampir seluruh bidang kehidupan terus digalakkan. Contohnya saja di daerah Ibukota Negara Indonesia sendiri yaitu DKI Jakarta, berbagai macam pembaharuan seperti bangunan-bangunan mewah pencakar langit, maraknya mobil-mobil asing, alat telekomunikasi yang semakin canggih, dan banyak lainnya terus dilakukan sehingga membuat kota Jakarta menjadi semakin metropolitan dan modern. Dan itu semua dilakukan, tidak terlepas dari peran globalisasi antar Negara. Berbagai macam perjanjian baik bilateral, multilateral, maupun regional terus dilakukan Indonesia. Ditegaskan kembali bahwa itu semua itu dilakukan demi mengejar ketertinggalan Indonesia dari Negara lain. Realitanya, globalisasi yang dilakukan di Indonesia banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan dari setiap wilayah. Pengaruh yang positif dan negatif itulah yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Berbagai pengaruh tersebut, telah penulis coba jabarkan secara garis besar di bawah ini.

1. Pengaruh positif globalisasi di Indonesia.

(*) Dari aspek globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis, karena pemerintahan adalah bagian dari suatu Negara. Jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tenggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa jati diri terhadap Negara menjadi meningkat dan kepercayaan masyarakat akan mendukung yang dilakukan oleh pemerintahan. Hal ini tidak terlepas dari makin berkembangnya pendidikan terhadap disiplin ilmu politik. Oleh adanya globalisasi politik yang merupakan pergulatan global dalam mewujudkan kepentingan para pelaku yang menjalankannya, pelaku globalisasi politik menjadi tidak terbatas pada pelaku yang ada di dalam negeri saja tapi pelakunya sudah meliputi semua Negara, organisasi antar pemerintah (seperti Asean, NATO, dll), dan perusahaan internasional dan transnasional. Penanaman politik yang demokrasi dapat dilihat melalui pemilu di Indonesia.
(*) Dari aspek globalisasi ekonomi, kita lihat seperti sekarang ini sejak dibukanya pasar internasional, semakin meningkatkan kesempatan kerja yang banyak dan meningkatkan devisa Negara karena transaksi tidak hanya dilakukan di dalam negeri saja akan tetapi di luar negeri juga dilakukan. Globalisasi ekonomi berarti liberalisasi ekonomi. Semua itu terus dilakukan oleh Indonesia dengan bekerja sama dengan Negara lain. Mulai dari Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, perdagangan Internasional, dan sebagainya.
(*) Dari aspek globalisasi sosial dan budaya, masyarakat Indonesia dapat meniru pola berfikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin serta iptek dari Negara lain yang sudah maju untuk meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Masyarakat Indonesia juga dapat bertukar ilmu pengetahuan terhadap kebudayaan suatu bangsa yang ada di dunia. Hal itu dapat dilihat dari makin aktifnya berbagai sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi, serta instansi-instansi kebudayaan (seperti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) yang ada di Indonesia dalam menjalin kerjasamanya dengan sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan instansi kebudayaan di Negara lain. Tentunya hal itu dapat meningkatkan wawasan dan memperluas kawasan budaya. Salah satu contohnya, pertukaran pelajar/mahasiswa Indonesia ke Negara lain yang biasa kita kenal dengan ‘students exchange’ baik itu dalam menempuh pendidikan maupun mengkaji kebudayaan, dan lain sebagainya.

2. Pengaruh Negatif Globalisasi di Indonesia

(*) Aspek Politik, Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalism dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga membuat ideologi Pancasila di Indonesia menjadi semakin kabur. Dengan semakin maraknya globalisasi Indonesia maka tidak menutup kemungkinan secara perlahan dapat menggeserkan ideologi Pancasila menjadi ideologi Liberalisme.
(*) Aspek Ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti mainan, minuman, makanan, pakaian, dll) yang membanjiri sejumlah pasar di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukkan gejala berkurangnya jati diri bangsa Indonesia sehingga dapat menghilangkan beberapa perusahaan kecil yang memang khusus memproduksi produk dalam negeri yang kenyataannya keberadaan perusahaan kecil tersebut sudah semakin menurun pendapatannya setiap hari. Ketimpangan ekonomi dari kapitalisme pasar bebas membuat perusahaan besar semakin kaya, dan perusahaan kecil semakin miskin. Misalnya, sejak diberlakukannya AFTA, keberadaan pasar China yang menawarkan berbagai macam produk dengan harga jual rendah semakin menggeser perusahaan kecil dalam negeri di Indonesia. Produk Notebook (Laptop) buatan Luar Negeri (seperti: Axioo, Compaq, Acer, dsb) lebih diminati masyarakat Indonesia dibanding produk notebook (laptop) buatan dalam negeri Indonesia (Zyrex), dan lain sebagainya.
(*) Aspek Sosial dan Budaya, akibat semakin berkembangnya kawasan budaya membuat Disorientasi, dislokasi, atau krisis social-budaya dalam masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih cenderung terhadap kebudayaan asing, yang sampai saat ini masih dipuja-puji oleh masyarakat Indonesia khususnya di kalangan remaja (pemuda dan pemudi). Semakin merebaknya gaya hidup konsumerisme dan hedonisme di Indonesia, membuat adat istiadat semakin terkikis. Mengakibatkan menurunnya moral dan kepribadian bangsa. Ditambah lagi dengan teknologi internet yang merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja, apalagi bagi anak muda, internet sudah menjadi santapan mereka setiap hari. Namun kehadiran internet disini lebih sering diselewengkan pemanfaatannya. Contohnya dalam aspek ini yakni dapat kita lihat dari cara berpakaian yang lebih cenderung mengadopsi budaya barat, perilaku yang cenderung sudah mengabaikan adat sopan santun, membuka situs-situs porno dalam ber-internet, dan masih banyak lainnya.
Secara garis besar itulah berbagai pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya globalisasi, namun jika kita kaji dan telusuri secara mendalam pengaruh tersebut tenyata banyak sekali di beberapa bagian dalam bidang tertentu, artinya globalisasi juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan teknologi dan informasi, industri dan jasa, telekomunikasi, kesehatan, pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya.

C. Analisis Penulis

Segala sesuatu pasti memiliki efek positif dan negatif, jadi jika disikapi dengan baik maka efek negatif tersebut bisa hilang secara perlahan. Dalam hal Globalisasi ini, peran pemerintah dalam suatu negara sangat diperlukan, mengingat segala aspek yang dilakukan adalah demi tercapainya suatu keadaan negara yang lebih baik. Pemerintah perlu menyikapi kehadiran globalisasi disini secara intensif dan berkelanjutan (berkala). Karena dampak/pengaruh negatif dari globalisasi ini jika dibiarkan secara terus menerus maka sama saja akan memutarbalikkan keadaan bahkan membuat keadaan (kehidupan masyarakat) Indonesia semakin terpuruk. Kesenjangan dan ketimpangan akan terjadi dan akan terus terjadi, baik antar wilayah, maupun kedudukan sosial di Indonesia.

Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Kerja Sama Perdagangan Internasional

Berbagai forum kerja sama, baik bilateral, regional maupun multilateral dari waktu ke waktu telah menunjukan arah perdagangan yang semakin liberal dalam pengertian mengurangi berbagai pembatasan akses pasar dan pembatasan national treatment. Walaupun demikian, dewasa ini berbagai pembatasan perdagangan yang bersifat trade distortive dalam bentuk subsidi, hambatan tarif dan non tarif serta proteksi regulasi masih banyak terjadi di berbagai negara, termasuk negara-negara maju sekalipun. Upaya-upaya untuk mencapai tingkat liberalisasi yang lebih tinggi bukannya tanpa persoalan, baik dalam tataran nasional maupun dalam tataran internasional. Sensitivitas kebijakan perdagangan dan politik telah semakin mempersulit proses liberalisasi pasar.
Bagi Indonesia sendiri keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum kerja sama perdagangan internasional diyakini dapat memberikan manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Walaupun demikian tantangan yang ditimbulkan sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia tersebut ternyata tidaklah sedikit, baik tantangan ekonomi maupun tantangan politis dan sosial. Tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia sangatlah besar yang meliputi kurangnya kapasitas nasional, lemahnya infrastruktur fisik, kurang kondusifnya kondisi social-politik-hukum, rendahnya investasi asing, biaya ekonomi tinggi, tenaga kerja yang kurang kompetitif yang kesemuanya menjadikan produk-produk Indonesia kurang kompetitif di pasar internasional. Upaya-upaya yang sistematis dan konsepsional untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional perlu dilakukan agar Indonesia dapat memanfaatkan liberalisasi perdagangan dunia dengan baik. Dalam hal ini, penulis akan memberikan uraian dan analisa mengenai kebijakan perdagangan Indonesia, peluang dan tantangan perdagangan barang dan jasa baik secara multilateral, regional, dan bilateral serta meningkatkan daya saing dan langkah ke depannya.

A. Kebijakan Perdagangan Indonesia

Kebijakan perdagangan suatu negara sangat berpengaruh pada besarnya magnitude dan pola perdagangan negara tersebut. Untuk itu dalam menetapkan kebijakan perdagangan perlu dikaitkan dengan pola pembangunan secara komprehensif, sehingga dapat secara optimal mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan perdagangan seharusnya saling terkait dengan pola industrialisasi yang dipilih serta kebijakan yang mendorong investasi.
Secara garis besar, kebijakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut :
 Tahun 1983-1986 (Resesi Ekonomi). Melakukan kebijakan reformasi di bidang perdagangan dan investasi yang dimulai dengan stabilisasi ekonomi makro yakni pengetatan fiskal dan devaluasi rupiah. Devaluasi rupiah dilakukan untuk menggenjot ekspor (non migas) dan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan pengetatan fiskal dilakukan dengan mengurangi subsidi minyak, sektor pertanian dan BUMN.
 Tahun 1990-an menyikapi perkembangan ekonomi internasional, pemerintah melakukan strategi globalisasi dengan melakukan deregulasi kebijakan untuk mengundang investasi ke Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan pengurangan tarif (bea masuk) untuk komoditas tertentu.
 Untuk membangun kembali perekonomian yang terpuruk akibat krisis, pemerintah meminta bantuan IMF yang meliputi perbaikan di sektor fiskal dan moneter, juga termasuk liberalisasi sektor perdagangan baik menghapus semua restriksi non tarif maupun batasan ekspor.
 Sementara itu, integrasi kawasan Asia Timur, dan mandeknya negosiasi WTO membuat negara-negara termasuk Indonesia melakukan terobosan baru dalam pengaturan perdagangannya yakni dengan membuat blok-blok perdagangan regional (regional trade agreement) dan bilateral (bilateral trade agreement).
Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia
Periode Kebijakan
1948-1996 Ekonomi nasionalis: Nasionalisasi perusahaan Belanda
1967-1973 Sedikit liberalisasi perdagangan
1974-1981 Substitusi impor, booming komoditas primer dan minyak
1986-sekarang Liberalisasi perdagangan dan orientasi ekspor


B. Perdagangan Indonesia, Peluang dan Tantangan dalam Perdagangan Multilateral

Di bidang perdagangan barang, Indonesia memiliki peluang ekspor yang lebih baik mengingat kekayaan sumber daya alam dan berlimpahnya tenaga kerja yang dimiliki. Lebih jauh lagi peningkatan ekspor ini telah didukung pula dengan fasilitas perbankan yang semakin terbuka dan relatif stabil. Ekspor Indonesia kebanyakan ditujukan ke Negara-negara mitra dagang utama seperti : Asia Timur (34,1%) terutama Singapura,Thailand, dan Malaysia; Jepang (14,7%); Uni Eropa (13,5%) dan AS (13,9%). Jenis barang yang di ekspor tersebut yaitu Crude Palm Oil (CPO), Batu Bara, Kayu, Pulp dan Paper, Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Namun, dari kesemuanya ekspor barang tersebut Indonesia memiliki tantangan yang harus benar-benar diperhatikan. Contohnya, di pasar dunia, Indonesia harus menghadapi pesaing utamanya yaitu Malaysia dalam ekspor CPO dimana kedudukan antara kedua Negara ini disini merupakan produsen utama CPO dunia dengan penguasaan pasar lebih dari 80%.
Di bidang perdagangan jasa, sejak diberlakukan nya liberalisasi sektor jasa dalam GATS, terlebih lagi dengan permintaan Negara-negara maju dalam perundingan WTO agar Negara berkembang lebih membuka pasarnya, merupakan hal yang berat bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan kelangkaan faktor pendukung sektor jasa. Akibat dari permasalahan ini menyebabkan sektor jasa tidak dapat bersaing dibandingkan dengan Negara-negara lain yang lebih kompetitif. Maka tidak heran, apabila lebih banyak jasa-jasa asing yang masuk ke Indonesia. Banyak perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, sementara sebaliknya hampir tidak ada industri jasa-jasa Indonesia yang beroperasi di luar negeri. Sebut saja jasa transportasi, misalnya transportasi angkatan udara, flight carrier nasional belum mampu bersaing dengan flight carrier Negara tetangga seperti Singapura meski sudah berdiri puluhan tahun.


C. Perdagangan Indonesia, Peluang dan Tantangan dalam Perdagangan Regional

Proses integrasi sektor-sektor AFTA dimulai tahun 2005 dan penghapusan tariff akan diterapkan pada tahun 2010 pada 6 negara anggota lama untuk semua sektor yang disepakati. Sebagaimana kesepakatan agustus 2006, penerapan penghapusan tarif dipercepat menjadi tahun 2007 karena pembentukan pasar tunggal ASEAN dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Hingga tahun 2005, telah disepakati 11 sektor strategis (termasuk logistic tahun 2006) yang bebas diperdagangkan di ASEAN, 7 diantaranya merupakan produk industri barang seperti elektronik, tekstil, dan produk tekstil (TPT), agro processing, karet, otomotif, hasil kelautan dan produk kayu. Sisanya merupakan industry jasa penerbangan, pariwisata, teknologi informasi, dan jasa kesehatan. Empat industry barang yang disebut pertama mendominasi perdagangan intra ASEAN. Kebijakan domestic negara anggota ASEAN telah membentuk pola (pattern) perdagangan intra-ASEAN dan model integrasi yang diadopsi dari masing-masing sector. Sebagai contoh, untuk produk karet pola perdagangan intra ASEAN menunjukkan bahwa negara seperti Indonesia, Myanmar, Philipina, Thailand, dan Vietnam mengekspor karet mentah ke Malaysia dan Singapura untuk kemudian diekspor kembali ke negara-negara tersebut dalam bentuk karet olahan.
Sejak kenaikan BBM oktober 2005 ekspor kayu (tripleks) Indonesia pada kawasan regional harus bersaing ketat dengan Malaysia yang berani menetapkan harga jauh dibawah harga pasar. Selain itu kayu yang diekspor Malaysia juga sudah mengalami pengolahan lebih jauh sehingga memiliki nilai tambah lebih tinggi. Permasalahan kayu di Indonesia terutama adalah praktek illegal logging yang menyebabkan bahan baku kayu menjadi semakin sulit serta teknologi permesinan yang sudah using sehingga mengurangi produktivitas. Untuk meningkatkan ekspor kayu, pemerintah harus secara konsisten memerangi praktek illegal logging serta mengganti mesin-mesin tua yang pada gilirannya dilakukan untuk mengundang investor asing. Indonesia juga pengekspor karet bersama Malaysia dan Thailand, namun untuk pasar ASEAN, Thailand memberikan kontribusi lebih besar yakni sekitar 43%, sementara Indonesia dan Malaysia menguasai sekitar 48 %. Sayangnya, produk ekspor karet ini masih dalam bentuk karet mentah sehingga efek nilai tambahnya sangat kecil. Peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produk karet menjadi industry yang diandalkan masih terbuka, mengingat RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk produk karet olahan lebih besar dari 1 yaitu 1,07. Sektor jasa yang disepakati dalam kerangka AFAS meliputi sektor-sektor : transportasi udara, jasa usaha, konstruksi, jasa keuangan, jasa pelayaran, telekomunikasi dan parawisata. Bagi Indonesia, AFAS memberikan peluang kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari pasar bersama yang besar dan kenaikan aliran factor produksi untuk mendorong pertumbuhan lebih jauh lagi, dan peluang yang akan diperoleh adalah akses yang lebih baik kepada tekhnologi,jasa pasokan,serta kompetisi domestik lebih tinggi.

D. Perdagangan Indonesia, Peluang dan Tantangan dalam Perdagangan Bilateral


Dalam melakukan bilateral FTA, Indonesia perlu memilih Negara mitra secara selektif dan belum perlu membuat FTA bilateral dengan banyak Negara. Adapun mitra dagang utama Indonesia saat ini adalah Amerika Serikat, Singapura, Thailand, Hongkong, Jepang, Malysia, Auatralia, China, Korea Selatan, Belanda, Jerman, Inggris, dan Taiwan. Mitra dagang terbesar Indonesia untuk kawasan ASEAN adalah Singapura yang merupakan 11% dari seluruh total perdagangan Indonesia. Di luar ASEAN, mitra dagang terbesar Indonesia adalah Jepang (15% dari total) dan Amerika Serikat (14% dari total). Berdasarkan data tersebut FTA bilateral yang dapat dipertimbangkan Indonesia untuk dijajagi adalah Jepang atau Amerika Serikat. Perjanjian bilateral dengan Jepang saat ini tengah berlangsung dalam bentuk IJ-EPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement). Sementara penjajagan bilateral dengan Amerika Serikat dilakukan dengan pertimbangan ekonomi Amerika Serikat sangat besar sehingga diasumsikan bahwa Amerika Serikat merupakan motor penggerak dari sebagian besar negoisasi perdagangan internasional dan tentu saja terkait dengan kebijakan perdagangannya. Apabila dipersiapkan dengan baik kemungkinan Indonesia dapat memperoleh banyak manfaat dengan terbentuknya FTA. Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia telah menjalin kerja sama BTA dengan Singapura, dan selanjutnya dengan Thailand dan Malaysia. Keadaan ini berpotensi menjadi cost of exclusion bagi Indonesia bilamana Indonesia tidak segera melakukan FTA dengan Amerika Serikat.
Hubungan ekonomi bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat sangat strategis karena negara tersebut merupakan salah satu mitra mitra ekonomi Indonesia yang penting. Nilai investasi Amerika Serikat di Indonesia pada saat ini mencapai USD 10,4 miliar (80% berada di sektor migas). Sedangkan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada 2005 mengalami peningkatan sebesar 11,16% yakni dari USD 10,81 miliar pada 2004 menjadi USD 12,01 miliar pada tahun 2005 (sesuai data US Departement of Commerce). Kemungkinan Indonesia mengambil peluang dagang dengan Amerika Serikat masih terbuka karena permintaan pasar dunia untuk produk-produk Indonesia terutama produk pertanian dan mineral sangat dibutuhkan oleh Negara-negara lain. Jenis komoditi barang yang di ekspor Indonesia selain minyak dan gas adalah produk pertanian, mineral, dan produk industri. Selain BFTA yang tengah dijalankan dengan Jepang dan Amerika, FTA yang sudah dijalankan saat ini yakni antara ASEAN dan China (AFTA) dimana proses awal penurunan tariff sudah dimulai sejak tahun 2004. Ekspor Indonesia ke China dan beberapa Negara ASEAN lain pada dasarnya saling melengkapi atau komplementer dalam arti bahwa produk ekspor Indonesia merupakan input bagi produksi China dan Negara-negara ASEAN. Indonesia menjadi komplementer dengan China untuk produk-produk seperti ; organic chemicals, fixed vegetable oils & fats, pulps & waste paper, crude rubber, wood & cork manufactured. Walaupun produk-produk tersebut merupakan komplementer bagi China, hal ini tidak berarti bahwa Indonesia tidak menghadapi tantangan. Tantangan berasal dari Negara-negara lain yang mengekspor produk yang sama ke China, terutama Thailand, Vietnam dan Filipina. Adapun pangsa ekspor rata-rata masing-masing Negara ke China adalah sebagai berikut: Indonesia 0,85%, Malaysia 1,53%, Thailand 1,3%, dan Filipina 0,44% dari rata-rata tahunan impor China dalam periode 2001-2005. Selain itu, Di Indonesia sendiri, China merupakan pesaing terhadap produk-produk domestic yang telah membanjiri hampir di seluruh pelosok negeri dan terkadang sulit dikendalikan karena produknya murah dan tahan lama. Dalam investasi, China juga merupakan pesaing Indonesia dalam menarik PMA. Dalam hal ini, iklim investasi di China memiliki lebih banyak keunggulan daripada Indonesia ditinjau dari berbagai aspek, seperti: kepastian hukum, infrastruktur, perpajakan, produktivitas buruh, dan sebagainya. Sebagai akibatnya ialah PMA di Indonesia hampir tidak mengalami pertumbuhan. Dampak terhadap perdagangan ini banyak bergantung pada pola hubungan Indonesia—China, apakah bersifat competitor, komplementer, atau keduanya bisa competitor untuk suatu produk atau industry dan komplementer untuk yang lainnya. Penelitian beberapa ahli menunjukkan bahwa Indonesia dan China berkompetisi untuk sekitar 85% dari nilai ekspor di pasar Amerika Serikat dibandingkan negara ASEAN lainnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pangsa pasar ekspor barang Indonesia di pasar utama semakin terancam oleh barang-barang China.

E. Langkah Ke Depan

Secara internal beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah :
i. Perbaikan iklim investasi, melalui:
a) Mengurangi praktek ekonomi biaya tinggi, seperti pemangkasan jalur birokrasi dan pengurangan pungutan liar
b) Penerapan tata kelola pemerintah dan korporasi (good governance), seperti perbaikan tata kerja dan transparansi kebijakan.
c) Menjaga kelangsungan keberadaan produk unggulan saat ini dalam hal kualitas dan tingkat daya saing.
d) Reformasi kebijakan pajak (juga mempertimbangkan target pertumbuhan ekonomi)
e) Perbaikan infrastruktur, seperti jalan raya, pelabuhan dan energy
f) Meningkatkan koordinasi kebijakan antar departemen yang terkait.
ii. Peningkatan daya saing produk barang dan jasa, melalui:
a) Pemetaan permasalahan yang dihadapi oleh sektor dan produk unggulan
b) Pemetaan produk potensial untuk dikembangkan
c) Pemetaan posisi Indonesia dalam konfigurasi kerja sama perdagangan internasional.
d) Peningkatan kualitas faktor-faktor pendukung daya saing Indonesia sesuai dengan arah pengembangan kebijakan perdagangan internasional.
e) Capacity building sumber daya manusia baik pelaku usaha maupun pembuat kebijakan
f) Penerapan Indonesia Incorporated yakni sinergi dari semua pihak untuk mencapai satu tujuan atau visi dalam kurun waktu yang ditetapkan.
iii. Pembenahan di Bidang Hukum, dicapai melalui:
a) Perbaikan infrastruktur hokum yang mendukung perdagangan internasional.
b) Capacity building penegak hukum mengenai perdagangan internasional.
c) Penegakan good governance dan kredibilitas para penegak hukum.
iv. Secara eksternal, yaitu : memperluas strategi pasar, melalui
a) Penyusunan strategi akses pasar yang berbeda untuk Negara maju dan berkembang.
b) Penyusunan strategi pengembangan perdagangan internasional dalam tataran multilateral dan regional (termasuk bilateral).
v. Pengoptimalan negoisasi perundingan kerja sama perdagangan internasional, melalui perbaikan koodinasi antar institusi dan kemitraan Indonesia dengan pelaku bisnis dan pihak terkait lainnya serta peningkatan kualitas negoisasi dan kualitas negosiator.

Ketika Amerika Mengusik Cina

Beijing rupanya tak mau melunak kepada Amerika Serikat, "negeri imperialis nomor satu di dunia itu" atas sikap politiknya yang mulai mengusik Cina di Asia.

Sejak AS menggalang kekuatan untuk menekan pengaruh Cina di Asia, dengan memberikan dukungan terhadap negara Asia untuk berani menyelesaikan masalah sengketa wilayah dengan Cina. Maka sejak saat itu pula, Cina tak segan-segan mengecam AS.

Dalam beberapa bulan terakhir, hubungan Washington-Beijing memang terus memanas lantaran mata uang Yuan. AS dan negara-negara Barat lainnya, bahkan sempat memprotes kebijakan mata uang Yuan dalam KTT G-20 di Kanada bulan Juni lalu.

AS kala itu mengecam kebijakan Cina yang secara sepihak memperkuat mata uangnya sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. AS bersama negara Barat mendesak pemerintah Cina merevaluasi Yuan.

Langkah ini dilakukan karena AS merupakan negara yang terkena langsung dampak penguatan mata uang Cina, terutama di sektor pekerjaan. Dari mata uang inilah hubungan AS-Cina merambah ke ranah politik dan militer.

AS terus mencurigai motif-motif Cina memperluas kontrol dan pengaruhnya di Asia. Mengenai persepsi ''ancaman militer Cina'', Menteri Pertahanan AS Robert Gates saat berkunjung ke Vietnam mengatakan seharusnya Vietnam-Jepang dan negara Asia lainnya bersatu untuk membendung kekuatan Cina mengenai tapal batas dengan beberapa negara Asia.

Gaung bersambut, negeri tirai bambu itu menilai pernyataan Gates sebagai campur tangas AS terhadap urusan dapur Cina. Bahkan Cina mendesak AS bersikap jantan agar tidak mengaitkan masalah Yuan dengan persoalan dalam negeri mereka.

Sejauh ini, Pentagon melihat militer Cina sangat mungkin mengubah keseimbangan kekuatan di Asia. Untuk itulah, dalam lawatan ke Vietnam pada 10 Oktober lalu, Robert Gates membahas soal-soal strategis dari kepentingan AS.

Kunjungan Gates ini rencananya akan diikuti kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia dan negara asia lainnya, terutama ingin memberi beberapa insentif kepada Indonesia supaya mau menjadi mitra strategisnya.

Apalagi hubungan Beijing-Jakarta dalam hal ekonomi semakin mesra dengan kunjungan beberapa pejabat negara ke Cina beberapa pekan lalu. Indonesia dan negara ASEAN lainnya tetap melihat Cina sebagai mitra strategis yang tak kalah penting dibandingkan AS.

Hubungan ini menjadi sangat dinamis pasca era Perang Dingin. Masing-masing negara berperan sesuai power dan capability yang dimilikinya. Bahkan, dalam menghadapi dinamika di Asia selama ini, Cina, Indonesia dan ASEAN memiliki strategi dan perhitungannya sendiri-sendiri, yang tidak begitu saja mengikuti irama strategi AS. Indonesia, misalnya, telah menggalang kemitraan strategis dengan Cina sejak April 2005.

Pertanyaannya, kenapa hubungan Cina-Asia tampak lebih dekat ketimbang AS-Asia? Profesor Chang Heng Chee dari National University of Singapore pernah mengatakan negara-negara Asia merasa ditinggalkan AS saat krisis ekonomi 1997-1998.

Ketidaksungguhan dan kegagalan AS membantu mencegah kemerosotan mata uang Baht Thailand, Ringgit Malaysia, Rupiah Indonesia, Dolar Singapura, dan Peso Filipina, telah mengecewakan para pemimpin Asia dan ASEAN.

Akibatnya, bangsa-bangsa di ASEAN yang harus menanggung beban berat akibat krisis ekonomi yang membuat bangsa-bangsa kawasan ini menjadi miskin karena pendapatan per kapita rakyatnya merosot tajam.

Perlakuan dan kebijakan IMF dan Bank Dunia dalam mengatasi krisis ekonomi di Asia, di mana kedua badan dunia itu dikendalikan AS, ternyata keliru (malpraktik) dan justru mempersulit pemulihan ekonomi di Asia. Inilah yang membuat Indonesia dan negara Asia lainnya terjerembab ke dalam krisis ekonomi yang relatif lama.

Untuk itulah, saat dampak krisis keuangan global pada tahun 2008 lalu menerjang Indonesia. Pemerintah tak mau melibatkan IMF untuk menyuntikkan dana bantuan.

Sebaliknya, Cina justru menawarkan bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi Asia. Dan pada saat yang sama, Cina membangun hubungan diplomatik lebih erat. Hal ini mengubah persepsi Asia tentang Cina dan mengesankan tersisihnya AS dari Asia akibat menguatnya peran politik luar negeri Cina di Asia.

Barulah pada tahun 2001 menyusul pengeboman WTC, keterlibatan AS di Asia mulai diperkuat kembali, namun itu pun hanya terbatas isu perang terhadap terorisme. Itulah satu-satunya pintu masuk Washington ke ASEAN yang terbuka.

Cina kini menjadi perhatian dunia. Dari sisi ekonomi, volume impor Cina meningkat drastis. Guna memacu pertumbuhan industrinya, Cina yang miskin sumber daya alam membutuhkan bahan energi dan hasil tambang. Serbuan perusahaan migas Cina ke Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya bisa dilihat dari kondisi itu.

Untuk itu, AS harus berinisiatif untuk terlibat lebih jauh di Asia jika hendak mengimbangi kehadiran dan pengaruh Cina. Dalam konteks ini, rencana kunjungan Obama ke Jakarta menemukan momentumnya yang harus dilihat sebagai upaya Washington meningkatkan pengaruh dan hubungan dengan Jakarta.

Meskipun, sekali lagi dinamika hubungan Cina-AS akan terus memanas seiring kepentingan masing-masing negara di masa mendatang yang masih diwarnai pelbagai kemungkinan dan ketidakpastian. Kini tinggalah Indonesia ingin berada di posisi yang mana? Yang menentukan atau ditentukan dari percaturan politik global. Semua itu, tergantung dari pemerintah dan rakyatnya

Hubungan Kerja Sama ASEAN, Amerika Serikat dan China: Sebuah Politik Luar Negeri Penyeimbang Kekuatan

Abstracts
Dinamika hubungan internasional di kawasan Asia Tenggara terlihat semakin dinamis selama dan pasca Perang Dingin. Selama Perang Dingin pulalah semangat regionalisme di kawasan ini muncul dengan terbentuknya ASEAN pada 1967. Dinamisasi tersebut makin hidup dengan dibukanya hubungan dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China. Dalam perkembangannya hubungan yang dijalin tersebut mengalami fluktuasi mengikuti perkembangan zaman. Tulisan ini menekankan pada hubungan internasional kontemporer antara ASEAN, Amerika Serikat, dan China dalam perspektif politik luar negerinya.

Keywords: politik luar negeri, ASEAN, Amerika Serikat, China

Pengantar

Dunia global merupakan sebuah arena inter-relasi antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam hubungan tersebut tentunya terjadi proses saling membutuhkan satu sama lain. Supaya kontinuitas hubungan baik yang ada tetap terjaga maka sikap penentuan diri guna menjaga jarak antara politik luar negeri dengan politik dalam negeri adalah sebuah keniscayaan. Bagi suatu negara, politik luar negeri merupakan suatu upaya pencapaian maksimal guna meraih national interest yang terumuskan dalam proses pembuatan politik luar negerinya. Menurut J.R Childs (dalam M.A Vincsensio Dugis, 1988), politik luar negeri merupakan isi pokok dari hubungan luar negeri suatu negara. Politik luar negeri bersifat dinamis, artinya ia dapat berubah sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu (Brian White, 1998). Fleksibilitas politik luar negeri adalah sebuah keniscayaan, mengingat dinamika hubungan internasional sangat majemuk sehingga benturan dengan situasi-situasi yang kemudian dapat merugikan national interest negara sebagai aktor dalam hubungan internasional dapat dihindari (M.A Vincsensio Dugis, 1988). Melihat realitas tersebut , maka hubungan ASEAN dengan Amerika Serikat dan China yang fluktuatif merupakan suatu kewajaran apalagi di Asia Tenggara diperlukan adanya keseimbangan kekuatan negara besar.

ASEAN dan Amerika Serikat

Dinamisasi hubungan antara ASEAN dan Amerika Serikat semakin nampak pasca Perang Dunia II. Perang yang melahirkan 2 negara super power dengan ideologi yang kontradiktif- Amerika Serikat dan Uni Soviet- memaksa negara kapitalis tersebut untuk segera menanamkan pengaruh dominannya di kawasan Asia Tenggara. Guna menghalau pengaruh komunis sebagai bagian dari containment policy, Amerika Serikat menjalin kerjasama dengan Philipina melalui The Military Bases Agreement sehingga bisa membangun pangkalan militernya di negara salah satu founding fathers ASEAN tersebut (Bambang Cipto, 2006: 163-166). Selain itu, Amerika Serikat membuat pakta pertahanan SEATO yang merupakan justifikasi untuk mendukung gerakan anti-komunis yang merupakan garis ideologi pemerintahan non-komunis Vietnam Selatan. Dengan konspirasi yang lihai, Amerika Serikat dan musuh bebuyutannya, Uni Soviet, berseteru dalam Perang Vietnam yang ditandai dengan kekalahan di pihak Amerika Serikat. Ini merupakan momentum awal menurunnya kiprah Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Menurunnya kiprah tersebut juga diikuti dengan terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) yang merupakan arena utama guna membahas isu-isu keamanan di kawasan Asia Pasifik. Tujuan didirikannya forum ini adalah untuk menciptakan ruang dialog dan konsultasi yang konstruktif bagi para pihak-pihak yang terlibat di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik pada umumnya (Bambang Cipto, 2006: 209). Dalam kaitannya dengan ASEAN ini, pangkalah laut Amerika Serikat di Subic Bay, Philipina dan pangkalan udara di Clark Base, Singapura ditutup. Namun beberapa negara ASEAN seperti Philipina, Thailand, Singapura, Malaysia dan Indonesia menjalin kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat dalam bentuk hubungan bilateral, meskipun secara implisit Malaysia dan Indonesia kurang berkenan akan hadirnya Amerika Serikat di Asia Tenggara.
Hubungan ASEAN dan Amerika Serikat berubah drastis pasca peristiwa 9/11, dimana kemudian Presiden Amerika Serikat George Walker Bush, Jr. melakukan kebijakan politik luar negeri berupa war on terorism dan menganggap negara yang tidak mengikuti kebijakannya ini sebagai pendukung teorisme dan musuh Amerika Serikat. Berpihaknya ASEAN terhadap politik luar negeri Amerika Serikat ini terlihat dalam The 9th ASEAN Ministerial Meeting yang diselenggarakan di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 31 Juli 2002 dengan agenda pembahasan utamanya yaitu isu terorisme. Dan hal tersebut berlangsung hingga pertemuan The 10th ASEAN Ministerial Meeting yang diadakan pada 18 Juni 2003 di Phnom Penh, Kamboja dengan pembahasan kerja sama dalam upaya mengatasi terorisme di kawasan Asia Pasifik. Perubahan itu juga terkait dengan kemunculan China sebagai kekuatan ekonomi baru dunia yang dikhawatirkan dapat menyaingi dominasi dan hegemoni Amerika Serikat di dunia dan Asia Tenggara khususnya, dimana sebelumnya Amerika Serikat menyadari kekuatan China sudah lama bermain di kawasan ini.

ASEAN dan China

Sebagai salah satu negara penganut ideologi komunis, hubungan China dan ASEAN pada awalnya dipenuhi rasa saling curiga karena sebagian besar negara ASEAN dikendalikan oleh Amerika Serikat sebagai kampiun ideologi liberal dan merupakan musuh ideologi komunis. Selain itu, sebagian besar penduduk ASEAN merupakan muslim dan Nasrani yang tentunya berseberangan dengan China yang berpaham atheis (Bambang Cipto, 2006). Meskipun begitu, di tengah kecurigaan tersebut, produk-produk ekonomi China sudah memasuki pasar ASEAN. Perubahan terjadi sejak pemerintahan Deng Xiao Ping yang mulai mereformasi politik luar negeri dan ekonomi China. Kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke beberapa negara ASEAN seperti ke Indonesia dan Singapura serta kehadiran Menteri Luar Negeri China, Qian Qichen, dalam pertemuan ASEAN di awal tahun 1990an menjadikan hubungan kedua belah pihak semakin harmonis. Pemerintah China meyakinkan ASEAN bahwa ada perubahan mendasar dalam politik luar negerinya di ASEAN. Hal ini dibuktikan dengan mengurangi dukungan terhadap gerakan komunis di ASEAN dan dibuktikan dengan menutup radio komunis di Thailand dan Malaysia.
Hubungan China dan ASEAN tidaklah berjalan mulus. Di satu sisi, ada beberapa hal sensitif, seperti keterlibatan China dalam G 30 S/ PKI di Indonesia, Vietnam yang pernah ”di-agresi” dan menduduki kepulauan Paraced serta klaim atas Kepulauan Spratly, konflik China- Philipina atas Kepulauan Mischief Reef. Namun di sisi yang lain, Myanmar memiliki hubungan khusus dengan China serta Singapura dan Malaysia dengan alasan etnis juga menjalin hubungan dengan China. Tetapi kehadiran China di kawasan Asia Tenggara sebagai penyeimbang kekuatan, mutlak diperlukan oleh ASEAN. Kebangkitan ekonomi China awal 1990an, juga turut memiliki pengaruh terhadap kebijakan ASEAN untuk tetap menjalin kerjasama dengan negeri Tirai Bambu tersebut. Ini terbukti dengan munculnya China sebagai mitra dialog ASEAN melalui mekanisme ASEAN+3.
Sejak akhir abad ke- 20, China mulai merealisasikan konsep baru kebijakan luar negerinya sehingga hubungan dengan kawasan Asia Tenggara baik dalam bentuk hubungan bilateral maupun kolektif semakin banyak. Hal ini juga terkait dengan national interest China guna mendapatkan dukungan politik atas kasus Taiwan. Mengingat di Asia Tenggara diperlukan adanya keseimbangan kekuatan, maka ASEAN harus berusaha semaksimal mungkin menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat dan China, sekaligus mengambil keuntungan maksimal dari kerja sama tersebut.

Simpulan
Membaca hubungan kerja sama antara ASEAN, Amerika Serikat dan China dapat disimpulkan bahwa tesis utama dalam kebijakan luar negeri berupa national interest tetap merupakan faktor kunci. Di sini saya melihat kepiawaian ASEAN dalam memainkan ”kartu”nya demi mendapatkan manfaat maksimal terutama dipandang dari perspektif regional. Hubungan kerja sama dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan super power yang tersisa usai Perang Dingin dan ketergantungan ASEAN terhadap negara besar ini tentu tak dapat dipungkiri. Apalagi sejak peristiwa 9/11, Amerika Serikat sangat berkepentingan akan kawasan yang mayoritas penduduknya adalah muslim (yang oleh Amerika Serikat dianggap amat berbahaya setelah Perang Dingin usai). Lain Amerika Serikat lain pula China. Selain tumbuh sebagai kekuatan ekonomi baru, China merupakan salah satu dari 5 kekuatan besar dunia dan tentunya tidak ingin dominasinya di kawasan Asia Tenggara ”diambil alih” oleh kekuatan lain. Karenanya, hubungan kerja sama China dengan ASEAN lebih merupakan upaya mendapat kepercayaan guna eksisnya kekuatan dominasi dan hegemoni China di Asia Tenggara, selain karena ingin mendapat dukungan politik atas kasus Taiwan. ASEAN ibarat the paddy sedangkan China laksana the dragon dan karenanya diperlukan the nexus yang tentu harus dapat dicapai ASEAn ke depannya.
Masa depan ASEAN lebih ditentukan akan ”lihai”nya mereka dalam mengambil sebanyak mungkin keuntungan dari kerjasama dengan Amerika Serikat dan China sebagai bentuk kebijakan penyeimbang kekuatan besar dunia di kawasan Asia Tenggara dengan tetap menjaga hubungan baik antara keduanya@Abu Yasid Al-Busthomi Ibnu Syamsul Arifin

Jumat, 04 Maret 2011

Masih Perlukah Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar untuk Mahasiswa?

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang digunakan di Negara Republik Indonesia. Sama seperti Negara lainnya, Bahasa Indonesia adalah sebagai media komunikasi dalam berinteraksi dan bersosialisasi terhadap lingkungan. Bahasa, dalam hal ini Bahasa Indonesia juga merupakan media yang membedakan seseorang dalam setiap Negara baik dalam berkomunikasi maupun berinteraksi. Jika kita pahami dengan baik, Bahasa Indonesia disini berarti memiliki arti yang sangat penting bagi jati diri bangsa. Namun ironisnya, seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Indonesia kerap kali dicampuradukkan dengan bahasa pengantar lain, baik daerah maupun asing bahkan oleh karena pergaulan. Indonesia memang “Bhinneka Tunggal Eka”, karena memiliki suku, ras, etnis, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda. Segala anugerah tersebut terkadang membuat jati diri dari setiap individu menjadi berbeda-beda pula. Dalam hal ini, penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dipandang masih perlu atau tidak khususnya di kalangan mahasiswa. Seperti yang kita ketahui, penggunaan bahasa Indonesia terkadang sudah kabur dengan bahasa pengantar yang lain, contoh saja bahasa Indonesia itu sudah berubah kontekstualnya bercampur dengan bahasa daerah dan bahasa pergaulan atau bahasa “gado-gado”. Itulah yang dikemukakan oleh Rasyif, mahasiswa semester 2 jurusan teknologi pengolahan kulit di ATK (Akademi Teknologi Kulit) Yogyakarta. “Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Indonesia sebagai media pemersatu bangsa, jadi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah wajib hukumnya untuk bangsa Indonesia karena segala perbedaan yang ada di Negara ini bisa bersatu oleh bahasa Indonesia” ucapnya dengan nada semangat. Pandangan dengan arus yang sama juga diungkapkan oleh Kurniadin. Alumnus Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga ini berpendapat kalau Bahasa Indonesia ini penting dan harus digunakan dengan baik dan benar, akan tetapi bahasa daerah juga sah-sah saja digunakan asal dapat dimengerti oleh lawan bicara atau sebaliknya. “Menurut pengalaman saya saat menjadi mahasiswa dulu, penggunaan bahasa Indonesia terkadang diselewengkan dengan bahasa daerah oleh dosen saya, ya saya tentunya tidak mengerti karena saya merupakan mahasiswa pendatang dari lain daerah. Namun akhirnya secara perlahan dan bertahap keadaan itu mulai berubah, mengingat beberapa dari mahasiswa berasal dari luar daerah. Jadi, antara mahasiswa dan dosen harus saling berkesinambungan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai media komunikasi di lingkungan kampus. Bahasa Indonesia sekarang sudah berbaur dengan bahasa pergaulan keseharian atau yang biasa kita ketahui sebagai bahasa gaul. Bahasa gaul ini digunakan oleh remaja-remaja Indonesia sampai saat ini. Kebiasaan itu sudah tertanam seiring perkembangan zaman di era globalisasi ini. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang “gado-gado” juga membuat seseorang menjadi lupa konteks bahasa Indonesia yang sebenarnya karena keseringan menggunakan bahasa tersebut. Selain dari mahasiswa, pandangan dari seorang dosen juga perlu diperhatikan, seperti yang diungkapkan oleh Galuh Dian Prama Dewi, dosen sekaligus Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Respati Yogyakarta, beliau menganggap penting penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam ruang lingkup kampus, khususnya pada mahasiswa. Mengingat mahasiswa disini adalah sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa harus dapat melestarikan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang kehidupan di kampus. Media tersebut dapat menjadi jembatan bagi mahasiswa untuk menjadi kalangan yang intelektual, karena bahasa mencerminkan kemampuan berfikir seseorang, mahasiswa sebagai salah satu penyumbang ide bagi pemerintah atau stakeholders jadi, mahasiswa dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia yang benar, karena bahasa merupakan salah satu bentuk identitas Negara, sehingga ketika mahasiswa berada di pertemuan atau wilayah internasional, identitas yang dibawa salah satunya adalah bahasa meski bahasa internasional seperti bahasa inggris merupakan bahasa ketika kita di kalangan internasional akan tetapi mahasiswa sebagai bagian dari Negara Indonesia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk memberikan persepsi yang bagus di kalangan asing. Kalau bahasa “gado-gado”, saya rasa tidak masalah apabila digunakan, tergantung situasi dan pihak yang dihadapi, seperti jika di dalam keadaan formal (dalam pertemuan internasional, dan forum resmi lainnya) tidak diperkenankan menggunakan bahasa "gado-gado", tapi di situasi non formal seperti dalam perkuliahan, dan perbincangan biasa itu boleh, asalkan itu tadi antara kedua pihak saling mengerti, ungkapnya sembari tersenyum.